Translate

Friday, July 29, 2011

PERSIMPANGAN JALAN POLITIK

Tahun 2009 adalah tahun politik, karena ditandai dengan pesta demokrasi terbesar, yakni  pemilihan umum pada April (legislatif) dan Juli (presiden).Perdebatan dan diskusi yang dibangun, baik di tingkatan elit ataupun akar rumput (grass root) berangkat dari tema menjelang pemilu 2009 dan seluk-beluknya. Walaupun dihimpit oleh berbagai permasalahan bangsa, seperti krisis ekonomi dunia, penggangguran yang semakin meningkat, kelangkaan BBM, maupun permasalahan klasik lainnya, tetapi tidak mengurangi perhatian seluruh elemen bangsa terhadap hajatan pesta demokrasi terbesar, yakni pemilu 2009. Muncul harapan besar dari seluruh masyarakat Indonesia terhadap jalannya pemilu dan munculnya sosok pemimpin yang mampu membawa Indonesia ke arah perubahan yang lebih baik.
Dimana peran kaum muda dan mahasiswa menyikapi fenomena politik 2009. Berangkat dari historisitas kaum muda dan mahasiswa Indonesia, akan ditemukan bahwa peran kaum muda sangat menentukan dalam pembangunan kedewasaan bangsa Indonesia. Peristiwa Sumpah Pemuda1928, Rengasdengklok 1945, Transisi Orde Lama menjadi Orde Baru 1965, Peristiwa Malari 1974, Lengsernya  Orde Baru 1998, sampai berbagai aksi demonstrasi reaksioner seperti sekarang merupakan segelintir bukti bahwa kaum muda dan mahasiswa adalah salah satu elemen krusial keberlangsungan hidup negara ini. Kaum muda harus dipahami sebagai aktor netral yang mengusung dan menjadi bagian integral dari rakyat. Mahasiswa adalah kelompok akademis yang menjadi bagian dari kaum muda. Keduanya hanya dibedakan atas status sosial “usang” tanpa mengurangi peran mereka sebagai simbol perlawanan rakyat dan penyalur aspirasi rakyat.
Menjelang pemilu, baik kaum muda maupun mahasiswa dengan menggunakan rel gerakan perlawaman melakukan berbagai aksi protes menentang kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak pada masyarakat. Mulai dari aksi damai sampai aksi yang berbau anarkis menjadi gambaran begitu masifnya semangat perlawanan kaum muda untuk menyuarakan aspirasi masyarakat. Setahun belakangan ini, muncul berbagai isu yang diusung kelompok-kelompok kaum muda dan mahasiswa dalam aksi mereka. Mulai dari isu sektoral seperti pendidikan (pendidikan gratis dan BHP) sampai isu-isu lintas sektoral, perburuhan (upah), kenaikan BBM, dan pertanian (kesejahteraan petani), ataupun isu internasional invasi Israel ke Palestina. Walaupun menggunakan berbagai identitas gerakan, tetapi kaum muda dan mahasiswa tetap dipersatukan dalam semangat perlawanan masyarakat. Namun, di pihak lain muncul kegelisahan dimana posisi mahasiswa menjelang pemilu 2009. Di satu sisi, gelombang golput yang semakin tinggi disuarakan dan diusung oleh kaum muda dan  mahasiswa. Namun, di pihak lain, muncul kaum-kaum muda partai politik yang awalnya terkesan antipati dengan oligarki sistem politik Indonesia. Belum lagi muncul resistensi masyarakat terhadap aksi-aksi anarkis mahasiswa menjelang pemilu 2009.
Golongan putih yang muncul pada pertengahan 1970-an, sebenarnya “diotaki” oleh sekelompok  mahasiswa yang tidak puas dengan logika sistem pemerintahan Indonesia yang cenderung otoriter. Kemudian berkembang menjadi sebuah aliran yang tidak hanya diusung mahasiswa atau kaum muda tetapi juga disosialisasikan dan dipraktekkan oleh masyarakat pada umumnya. Hal ini mendulang hasil, pemilu-pemilu di tingkatan daerah menunjukkan rata-rata angka golput mencapai 35 persen dari total suara pemilihan. Hal ini menjelaskan bahwa tidak hanya mahasiswa yang jenuh dengan prosedural demokrasi Indonesia, tetapi juga dialami oleh masyarakat Indonesia, malahan masyarakat sendiri memiliki pertimbangan yang cukup signifikan, yakni pemilu tidak mampu mengkonversi kemiskinan menjadi kesejahteraan. Terkesan picik, tetapi itulah yang dialami hampir 63 tahun kemerdekaan.
Di pihak lain, muncul kelompok-kelompok kaum muda yang mengusung semangat perubahan dengan memilih jalur partai politik. Argumentasi kelompok ini dibangun berdasarkan kenyataan bahwa perubahan dapat dilakukan dengan masuk ke dalam sistem yang berlaku di negara ini. Politisi-politisi muda menyuarakan semangat perubahan layaknya seorang Barack Hussein Obama melakukan kampanye politik demi memenangi suara rakyat dalam pemilihan umum Amerika Serikat, pada November kemarin. Bedanya Obama memiliki visi dan misi yang benar-benar dibangun atas dasar realitas pluraslime Amerika. Sedangkan politisi-politisi muda ini seringkali hanya demi menunjukkan eksistensi semu mereka demi mendapatkan perhatian lebih dari masyarakat. Belum lagi, muncul politisi yang terkesan aji mumpung ketika di masyarakat muncul keinginan mencari pemimpin-pemimipin muda yang progresif dan revolusioner demi membangun Indonesia menjadi lebih baik.
Di tengah kedua gelombang di atas, muncul pula antipati dari masyarakat sendiri terhadap aksi-aksi mahasiswa yang cenderung anarkis beberapa bulan terakhir ini. Terdapat tujuh kali aksi mahasiswa yang berbau anarkis dan terekspos secara masif di media sepanjang tahun 2008. Mulai dari penyerangan kantor Wali Kota Kendari oleh mahasiswa Universitas Haluoleo pada Maret 2008 dengan isu penertiban pedagang kaki lima sampai bentrok antara mahasiswa dengan polisi di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta pada 20 Desember 2008 berkaitan dengan isu komersialisasi pendidikan. Masyarakat mulai melihat kembali dimana posisi intelektualitas kaum muda dan mahasiswa di tengah tuntutan keberpihakan pada masyarakat. Isu-isu populis yang diusung memang memberikan harapan kepada masyarakat bahwa kaum muda dan mahasiswa tetap bersama-sama masyarakat menyikapi kebijakan pemerintah yang cenderung tidak berpihak pada masyarakat. Namun, dengan melakukan aksi protes yang anarkis hanya demi menunjukkan eksistensi gerakan mahasiswa dan kaum muda, dapat  memunculkan resistensi masyarakat.
Akhirnya, reposisi kaum muda dan mahasiswa harus dipertegas kembali. Bukan hanya menyuarakan alternatif pilihan, menujukkan eksistensi politik tetapi juga harus berlandaskan semangat kerakyatan. Semua itu akan memberikan harapan besar bahwa Indonesia ke depan akan tetap menempatkan mahasiswa sebagai elemen krusial kedewasaan bangsa dan negara ini.

Hipolitus Y.R Wangge
Peneliti Pacivis UI
Anggota Forum Academia NTT
Tulisan Tahun 2009

No comments:

Post a Comment