Translate

Saturday, September 3, 2011

TUJUAN-TUJUAN STRATEGIS ALIANSI AS-JEPANG

Komite konsultasi keamanan AS-Jepang merilis pernyataan resmi pada 21 Juni 2011 di Washington dengan judul: Menuju Aliansi AS-Jepang yang lebih Mendalam dan Luas;  Membangun 50 tahun Kerjasama. Pernyataan tujuan-tujuan strategik AS-Jepang tersebut bertujuan   membangun kerjasama pertahanan bersama pada masa yang akan datang yang lebih erat. Pernyataan ini berhasil membentuk cara baru pertemuan tingkat pemimpin AS-Jepang pada tahun kemarin.
Terdapat dua pilar sentral yang terkandung dalam 24 daftar tujuan yang dikeluarkan tersebut.
Pertama, ditujukkan untuk merespon kebangkitan Cina. AS dan Jepang menegaskan kembali pertanggungjawaban Cina  dan peranan konstruktif negara tersebut terhadap stabilitas regional dan kemakmuran, sementara itu mendorong keterbukaan dan transparansi terkait moderniasai militer Cina yang terus berjalan. Namun, meskipun tidak menyebutkan secara spesifik negara tertentu, pernyataan yang mengecilkan hati dan mengambil alih kemampuan militer yang dapat mendestabilisasi  lingkungan keamanan regional-merefleksikan perhatian bersama Tokyo dan Washington terkait intensi perkembangan PLA yang sulit untuk diketahui kemampuannya.
Wacana mengenai keselamatan dan keamanan maritim juga berkaitan dengan menyertakan “mempertahankan prinsip kebebasan pelayaran”. Barang-barang publik, termasuk ruang publik dan dunia maya yang ditegaskan sebagai barang-barang publik. Mempromosikan “dialog mengenai pembagian persediaan sumber-sumber daya dan bahan-bahan  langka, termasuk energi dan sumber-sumber terbarukan, ekspor yang telah dilarang Cina akhir September pasca penahanan Kapten kapal penangkap ikan oleh pasukan penjaga pantai dekat pulau Senkaku, juga ditegaskan kembali.
Kedua, sangat jelas terlihat bahwa arah baru aliansi yang dibangun ditujukkan untuk memnciptakan arsitektur keamanan regional di seluruh kawasan Asia Pasifik.  Tujuan baru ini lebih menekankan pada melalui kerjasama trilateral dengan Australia dan Korea Selatan, dan dialog trialateral dengan India juga disebutkan. Kerjasama keamanan  antara Jepang, AS dan ASEAN merupakan wialayah lain dari kerjasama bersama yang potensial.  Tokyo dan Washington secara jelas telah membagi kepentingan nasional secara bilateral dan kerjasama keamanan mini-lateral dengan negara-negara anggota ASEAN, khususnya Indonesia, Vietnam, dan Filiphina. Bantuan “pemerintahan dan pembangunan kemampuan” kepada negara-negara anggota ASEAN merupakan kesemapatan yang penting  untuk membangun hubungan yang lebih dekat pada masa yang akan datang.
Sebagai tambahan untuk tujuan-tujuan di Asia Pasifik, daftar baru mengenai Tujuan-Tujuan Strategis Bersama  juga memiliki beberapa hal penting untuk dibahas dalam kerjasama keamanan global.  Perhatian terdekat adalah tujuan-tujuan startegis tersebut merupakan  usaha Jepang sebagai sebuah negara yang memiliki  pertanggungjawaban internasional terhadap dunia internasional, bukan berorientasi domestik.  Kewajiban Jepang ke depan adalah mengatasi kendala domestic, khususnya sensitifitas politik dan dukungan domestic mengenai  misi-misi militer Jepang di luar negeri. Kerjasama potensial Jepang-NATO, yang disebutkan dalam  Tujuan-Tujuan Strategis  Umum pada tahun 2007, tidak termasuk dalampernyataan tersebut. Hal tersebut memperluas kerjasama keamanan global  NATO-Jepang pada masa yang akan datang, dan hal tersebut seharusnya dipandang baik oleh Jepang maupun AS sebagai kesempatan berikut bagi kolaborasi  pertahanan nasional Jepang dengan pihak ketiga.
Dalam pernyataan bersama AS-Jepang berjudul “Memperkuat Kerjasama Aliansi Pertahanan dan Keamanan” kedua pemerintahan menegaskan kedepan pengkajian terkait perencanaan pertahanan dan keamanan akan terus dilanjutkan. Dalam, editorial Nikkei dan Yomiuri, dua koran terkemuka di Jepang, mendukung posisi ini dan mendesak kedua pihak untuk mengimplementasikan intensi-intensi tersebut. Secara jelas, Jepang dan AS perlu menyiapkan sejumlah langkah konkret selama masa damai, tantangan-tangan keamanan berdasarkan perencanaan di wilayah Asia Timur, termasuk wilayah semenanjung Korea. Oleh karena itu, agar supaya dapat menghalangi dan merespon secara proaktif, cepat dan mulus dalam situasi beragam  di wilayah tersebut penekanan pada pelatihan bersama, pelaksanaan, saling membagi dalam penggunaan fasilitas, kerjasam terkait sharing informasi dan aktifitas-aktifitas  intilijen, pengamatan, dan  pengintaian bersama. Kedua belah pihak menegaskan pembentukan “dialog pencegahan yang diperluas secara regular”. Hal tersebut berkaitan dengan ketidakpastian Korea Utara yang berkelanjutan dan pada saat bersamaan ketika AS berusaha membangun dunia tanpa persejataan nuklir.
Pelaksanaan dari tujuan-tujuan tersebut adalah kunci, tetapi tanpa kepemimpinan politik yang kuat di Jepang, sangat sulit untuk mengharapkan  peningkatan pertahanan atau merubah intepretasi pasal 9 dari Konstitusi Nasional, yang mencegah hak-hak pertahanan nasional bersama. Oleh karena itu, bagaimanapun, banyak hal yang dapat dilakukan pada tingkatan administratif dan militer profesional.  Hal tersebut menyangkut visi bersama pembangunan keamanan yang kuat ke depan dan kerjasama ekonomi pada masa sekarang dalam membangun tata kelola internasional.
Kedua pemerintahan dapat meningkatkan postur pencegahan bersama, didasarkan pada skenari-skenario berbeda.
Kedua, membangun arsitektur keamanan regional dengan meningkatkan kerjasama trilateral dan kerjasama diantara mereka, seharusnya dilihat sebagai keuntungan bersama untuk menjadi perhatian semua pihak,  dan khususnya Jepang dan AS.
Ketiga, sekalipun Jepang harus menakar kembali kebijakan perkembangan bantuan dan anggaran, kedua pihak dapat membuat kebijakan bersama untuk mengamankan kebutuhan energi mereka, di samping itu melanjutkan pengamanan terhadap jalur komunikasi laut global.
Keempat, sangat diharapkan Jepang akan jauh lebih tegas dalam menempatkan diri ke depan sebagai tuan rumah regional dan global sebagai pusat penanganan repon-respon bencan alam. Pernyatan bersama tersebut kembali menegaskan pentingnya pembentukan logistik  regional, khususnya pusat bantuan kemanusiaan dan pertolongan bencana. Seperti respon bersama terhadap bencana Tsunami di Samudera Hindia pada Desember 2004 dan Operasi Tomodachi setelah terjadinya bencana di Jepang pada Maret 2011, kedua pemerintahan memiliki kemampuan sumber daya, ahli, dan operasional yang secara efektif dapat merespon bencana-bencana dalam skala besar.
Pada akhirnya, sangat krusial bahwa mekanisme efektif dapat ditemukan dalam persinggungan dengan “pertanyaan Cina” yang mana ketiga negara tersebut secara poraktif dapat menempatkan topik-topik terkait kerjasama dan bidang-bidang yang pada akhirnya berkaitan dengan tujuan akhir pembangunan saling kepercayaan. Pemerintah AS-Jepang-Cina berdialog adalah satu opsi, namun opsi tersebut belum jelas, dan mungkin tidak cukup. Washington dan Tokyo perlu meningkatkan pertemuan bilateral di antara mereka, dan kemudian menyiapkan pertama startegi komunikasi sebelum mengikutsertakan Cina.  Aliansi koordinasi AS-Jepang merupakan komponen persamaan yang sangat krusial.
Dengan keterbatasan sumber daya keuangan yang tersedia di antara AS dan Jepang, sekarang saatnya memirkirkan secara serius terkait pilihan-pilihan yang sulit di dalam Tujuan-Tujuan Strategis Bersama dan dimana untuk mengalokasikan sumber daya-sumber daya yang terbatas. Secara jelas, sekarang adalah waktunya pemikiran-pemikiran  segara dan baru serta sederhana berdasarkan kinerja aliansi AS-Jepang pada masa lalu yang tidak sesuai lagi dengan tantangan-tantangan baru regional dan global yang dihadapi kedua negara.[1]
Ryo Sahashi adalah Asisten Profesor pada Universitas Kanagawa, Program Studi Politik Internasional .

Yogyakarta, 3 September 2011.



[1] Artikel asli berjudul Strategic Objectives for the US-Japan Alliance. Lebih lanjut lihat http://www.eastasiaforum.org/2011/08/17/strategic-objectives-for-the-US-Japan-alliance/

No comments:

Post a Comment