Translate

Friday, September 16, 2011

MAKNA KENAIKAN ANGGARAN PERTAHANAN 2012

Pada tanggal 16 Agustus 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan kenaikan anggaran pertahanan nasional.  Pada tahun 2012, Kementrian Pertahanan RI mendapat jatah kenaikan anggaran sebesar  35, 7 persen dari tahun sebelumnya,  sehingga menjadi 64.4 triliun. Selanjutnya pada tanggal 8 September 2011, Presiden juga mengumumkan porsi anggaran untuk penguatan alat utama sistem persenjataan (alutsista) selama lima tahun ke depan akan mencapai 150 triliun.
Sebelumnya pada tahun 2010, anggaran pertahanan mencapai 42, 9 triliun. Tahun 2011 ini anggaran pertahanan meningkat menjadi 47, 5 triliun. Sebagian besar anggaran pertahanan dalam RAPBN 2012 dialokasikan untuk peningkatan kualitas alat utama sistem pertahanan.  
Kenaikan anggaran pertahanan nasional pada tahun 2012 dapat dilihat dari beberapa pertimbangan, yakni pencapaian standar pertahanan minimal pada tahun 2024, dan modernisasi militer Indonesia di tengah modernisasi militer negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Sejak tahun 1960-an anggaran pertahanan nasional cenderung menurun. Pada  dekade 1960-an, anggaran pertahanan Indonesia mencapai 29% dari GDP. Saat ini anggaran pertahanan Indonesia, hanya mencapai 0,7 dari GDP tahun 2010. Minimnya anggaran pertahanan tersebut, menurut mantan menteri pertahanan Indonesia Juwono Sudarsono hanya dapat memenuhi 30% kebutuhan pertahanan Indonesia.
Minimnya anggaran pertahanan tersebut, berbanding terbalik dengan rata-rata anggaran pertahanan negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang mencapai lebih dari 1% GDP. Ketersediaan anggaran minimal berbanding lurus dengan pengembangan kekuatan alutsista TNI yang jauh dari standar ideal untuk negara sebesar Indonesia.
Kenaikan anggaran tersebut merupakan bagian dari perencanaan postur pertahanan TNI demi mencapai standar pertahanan minimal (minimum essential force) pada tahun 2024. MEF merupakan perencanaan pertahanan nasional yang menggabungkan Buku Putih Pertahanan, Doktrin Pertahanan Nasional, Strategi Pertahanan Nasional dan Panduan Kebijakan Pertahanan. MEF menjadi panduan sistematis dalam perencanaan pertahananan nasional pada dekade-dekade selanjutnya yang didasarkan pada proyeksi berbagai  ancaman aktual, seperti terorisme, separatisme, perselisihan perbatasan, bencana alam, konflik horizontal, kelangkaan energi. Juga ditujukkan untuk mengantisipasi dan menangani berbagai potensi ancaman ke depan, seperti perubahan iklim, degradasi lingkungan, krisis keuangan, kejahatan dunia maya (cyber crime), agresi internasional, krisis air dan serta kerawanan pangan. 
Perencanaan MEF 2024 membutuhkan kekuatan anggaran maksimal, mengingat perencanaan pertahanan tersebut akan ditujukkan untuk penguatan kesiapan prajurit dan kekuatan alutsista ketiga angkatan TNI. Kebutuhan pertahanan nasional pada dekade selanjutnya membutuhkan ketersediaan anggaran yang memadai berdasarkan analisa potensi ancaman-ancaman diatas. Namun, selama ini anggaran pertahanan selalu menjadi variabel independen yang menentukan perencanaan kebutuhan dan proyeksi pertahanan. Akibatnya, seluruh perencanaan pertahanan nasional sampai hari ini sangat bergantung pada seberapa besar anggaran yang telah disediakan.  Padahal, seharusnya kebutuhan dan proyeksi pertahanan dijadikan tolok ukur penentuan besaran anggaran pertahanan nasional. Hal tersebut mengingat, analisa ancaman dan potensi ancaman pada masa mendatang akan dimanifestasikan dalam bentuk perencanaan pertahanan nasional oleh Kementrian Pertahanan dan Mabes TNI. Selanjutnya perencanaan pertahanan tersebut akan menentukan seberapa besar anggaran yang dibutuhkan, sehingga pelaksanaan dari perencanaan tersebut berjalan maksimal.  Dinaikkannya anggaran pertahanan nasional harus dipandang sebagai usaha “pembongkaran” tradisi penentuan anggaran pertahanan nasional demi membangun kekuatan pertahanan nasional yang tangguh.
Kenaikan anggaran pertahanan nasional merupakan sebuah keharusan. Hal tersebut mengingat modernisasi militer negara-negara tetangga yang begitu massif. Salah satu teknologi  militer muktahir yang sedang dikembangkan negara-negara yang memiliki wilayah laut adalah kapal selam.
 Berdasarkan laporan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) tahun 2010, Malaysia berencana untuk membeli 4 kapal selam bertipe Scorpone untuk memperkuat 1 kapal selam yang telah dimiliki. Singapura berencana untuk membeli 6 kapal selam dengan tipe Challenger dan Archer sejak tahun 2005. Untuk merealisasi rencana tersebut, Singapura bekerjasama dengan Swedia. Thailand yang pada awalnya merupakan negara yang tidak berkeinginan mengembangkan teknologi kapal selam, pada akhirnya telah merencanakan pembelian 6 kapal selam dengan tipe Type pada 2020. Pemerintah Thailand menggandeng Jerman sebagai partner dalam merealisasi rencana memiliki kapal selam modern tersebut. Vietnam sendiri telah bekerjasama dengan Rusia untuk pembelian jangka panjang sampai tahun 2020, 6 kapal selam dengan tipe Kilo. Bahkan, Myanmmar  berencana untuk membeli 2 kapal selam bekas milik Cina yang masih terus dinegosiasikan sejak tahun 2010.
Indonesia sendiri yang pada awalnya merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang memiliki kapal Selam dengan tipe Lada dan Kilo, sampai hari ini belum menunjukkan komitmen yang kuat untuk membeli lagi kapal selam demi  membangun armada angkatan laut yang tangguh dan modern. Dua kapal selam yang ada tidak dapat beroperasi secara maksimal karena faktor usia dan kurangnya upgrading teknologi kapal selam.  Rencana pengadaan 10 kapal selam sampai tahun 2033 oleh Kementrian  Pertahanan yang diinisasi sejak tahun 2006 belum mendapat respon positif dari kalangan politisi di Senayan. Idealnya, Indonesia memiliki 30 kapal selam untuk menjaga seluruh wilayah  laut dari berbagai potensi ancaman.
Melihat betapa masifnya modernisasi militer negara-negara tentangga, sudah sepantasnya jika kenaikan anggaran ini dijadikan momentum penguatan kemampuan TNI, khususnya armada laut dan squadron udara yang menitikberatkan pada kekuatan sistem persenjataan. Anggaran untuk kebutuhan alutsista yang mencapai 150 triliun harus dialokasikan secara efektif untuk memordernisasi sistem persenjataan kedua angkatan TNI. 
Seandainya, Indonesia masih belum menyadari perlunya peningkatan anggaran pertahanan nasional demi membangun kekuatan pertahanan yang tangguh, maka negara-negara tetangga akan terus dengan mudah melakukan tindakan-tindakan provokasi yang menganggu kedaulatan wilayah NKRI. Harus diingat bahwa tindakan-tindakan provokasi yang dilakukan Malaysia selama ini di wilayah Ambalat, akibat anggapan bahwa kemampuan pertahanan  Indonesia sangat lemah, khususnya dalam teknologi dan sistem persenjataan. Oleh karena itu, dinaikkannya anggaran pertahanan nasional setidaknya meningkatkan kewaspadaan dini (early warning) negara-negara tetangga terhadap kemampuan pertahanan Indonesia yang selama ini diremehkan.
Kenaikan anggaran pertahanan menjadi momentum kebangkitan pembangunan pertahanan nasional yang tangguh. Itikad baik dari kalangan sipil yang selama ini cenderung meremehkan pembangunan kekuatan pertahanan nasional harus disambut positif. Kenaikan anggaran pertahanan nasional lebih dari 60 triliun sejak tahun 1966, menjadi pertanda baik bagi negara ini untuk kembali menegakkan kedaulatan wilayahnya yang selama ini cenderung diremehkan oleh negara-negara lain.
Hipolitus Wangge
Peneliti
Pacivis-Universitas Indonesia

Dimuat di Harian Jawa Pos, Jumad 16 September 2011

No comments:

Post a Comment