Translate

Friday, August 12, 2011

SEJARAH SISTEM KOMPONEN CADANGAN DI INDONESIA

Oleh : Letjen (Purn) Agus Widjojo[1]

Pengantar[2]

Perkembangan studi-studi terkait sistem komponen cadangan di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari sejarah kelahiran TNI. Dalam ayat 1 dan 2 pasal 30 mengenai pertahanan dan keamanan UUD 1945 telah  dinyatakan  dasar penerapan sistem pertahanan dan keamanan Indonesia. Di dalam ayat 1 menyatakan bahwa “setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk berpartisipasi dalam usaha pembelaan pertahanan dan keamanan negara. Sementara di pasal 2 menyatakan bahwa “ usaha-usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan semesta (sishankamrata) oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Inodonesia (Polri) sebagai komponen utama dan rakyat Indonesia sebagai komponen cadangan.[3] Konsep yang disampaikan dari dua ayat tersebut dihasilkan dari amandemen kedua Undang-Undang Dasar 1945 yang dilakukan oleh MP-RI di tahun 2000.
Kemudian, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana cara melaksanakan intisari dari hak-hak dan kewajiban dari setiap warga negara dan (disampiang pengaturan mengenai Polisi dalam sistem pertahanan rakyat semesta (sishankamrata) disamping makna dari TNI dan Polri sebagai komponen utama dan rakyat Indonesia sebagai komponen pendukung? Pasal 1 Bab 1 Peraturan Pelaksana Panglima nomor 3 tahun 2002 mengenai Pertahanan Negara, yang dijelaskana dalam UUD 1945 menyatakan bahwa Sistem Pertahanan Negara adalah sistem pertahanan  yang bersifat total dan melibatkan seluruh warga negara,wilayah dan seluruh sumber daya nasional, dan disiapkan seawal mungkin oleh pemerintah dan dilaksanakan secara terintegrasi, langsung dan mendukung kemampuan untuk mempertahankan kedaulatan, integritas teritorial, serta untuk menyediakan tempat yang aman untuk seluruh bangsa melawan setiap ancaman.[4] Lalu, bagaimana kita melaksanakan sistem cadangan yang tidak terpisahkan dari kelahiran TNI pada tahun 1945, tetapi mampu disinkronkan dengan tujuan komponen cadangan yang melaksankan fungsi pertahanan?

Sistem Komponen Cadangan

Sistem cadangan dibentuk untuk mengembangkan, membantu atau menyediakan dukungan kepada angkatan darat, angkatan laut dan angkatan udara. Komponen cadangan memberikan keuntungan kepada bangsa sebagai bagian dari program keamanan nasional yang secara luas memberikan dukungan terhadap sistem pertahanan yang mensyaratkan dukungan menyeluruh  kepada angkatan bersenjata secara berkelanjutan.
Komponen cadangan mampu untuk mempertahankan kemandiriannya dengan mensyaratkan kemampuan yang telah dilatih, sehingga mampu dimobilisasi secepat mungkin dengan memperluas kekuatan pertahanan sehingga mengurangi kebutuhan pelatihan setelah mobilisasi.[5] Penjelasan Undang-Undang Nomor 20 tahun 1982 mengenai Ketentuan-ketentuan Dasar Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia digambarkan 2 komponen yang melibatkan warga negara dalam sistem pertahanan dan keamanan negara, yakni komponen rakyat dan komponen militer.
Sejarah dan Perkembangan Komponen Cadangan di Indonesia
Dua komponen yang ditarik dari pengalaman upaya-upaya pelaksanaan pertahanan dan keamanan negara Indonesia sejak periode perang kemerdekaan sampai penumpasan gerakan-gerakan separatis. Komponen pertama, adalah komponen rakyat yang terdiri dari milisi-milisi, pasukan gerilya desa (pager desa) termasuk mobilisasi pelajar, organisasi keamanan desa (OKD) dan organisasi keamanan rakyat (OKR) dan pertahanan sipil (hansip, pergerakan keamanan dan perlawanan rakyat termasuk Resimen Mahasiswa dan pegawai-pegawai cadangan yang dibentuk semenjak tahun 1963).
Berikutnya, komponen kekuatan bersenjata di kategori utama, di satu sisi, kekuatan angkatan bersenjata (TNI) sebagai hasil dari rangkaian dan ketidakterputusan perkembangan dan pemantapan Badan Keamanan Rakyat (BKR), Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dibentuk semenjak 5 Oktober 1945 dan pada akhirnya terlibat dalam Tentara Penyelamat Rakyat dan kedalam Tentara Republik Indonesia (TRI) dan Tentara Nasional Indonesia yang menintegrasikan lascar-laskar dengan TRI pada 1 Juli 1947.
Di lain pihak Polisi Republik Indonesia digunakan sebagai bagian dari Departemen Dalam Negeri sampai 1 Juli 1946, kemudian diatur dalam Undang-Undang No. 13 tahun 1961 sebagai bagian dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan sejak 1964 memiliki kedudukan yang sejajar dengan angkatan darat, angkatan laut dan angkatan udara. Seperti yang dijelaskan sebelumnya,  pada awalnya Polri dipisahkan dari ketiga angkatan ABRI.[6]
Yang menjadi masalah disini adalah (1) keterlibatan warga negara sebagai kekuatan rakyat dalam sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata) dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai kekuatan aktif dalam melaksanakan fungsi pertahanan. (2) bagaimana struktur tersebut yang berjalan semenjak situasi 1945 ketika Indonesia berjuang untuk kemerdekaan dan tidak memiliki tentara regular sebelumnya yang tidak secara penuh melaksanakn fungsi pertahanan dan keinginan untuk membentuk komponen cadangan. (3) pemisahan fungsi TNI dan POLRI.
Namun demikian, lebih dari pada itu, kebutuhan untuk membentuk sistem cadangan dan komponen berdasarkan pembedaan wajib militer dan sukarela merupakan hasil dari demokratisasi yang telah dimanifestasikan dalam Bagian Penjelasan Undang-Undang No. 29 Tahun 1954 mengenai Pertahanan Republik Indonesia, sekalipun dalam pasal 4 Bab 2 tentang Keaslian pertahanan dinyatakan bahwa “ pertahanan Republik Indonesia menyiapkan pertahanan rakyat dan dilaksanakan di bawah kepemimpinan pemerintahan Indonesia.”
Undang-Undang No. 20 tahun 1982 merupakan landasan konstitusional yang berusaha mengelaborasi kesemestaan yang didalamnya terdapat keterlibatan rakyat secara menyeluruh. Dalam UU tersebut menyatakan bahwa komponen-komponen kekuatan pertahanan dan keamanan terdiri dari pelatihan rakyat sebagai komponen dasar, kekuatan bersenjata dan angakatan bersenjata sebagai komponen utama, penjaga nasional sebagai komponen khusus, sumber daya alam dan sumber daya buatan serta infrastruktur-infrastruktur nasional sebagai komponen pendukung. Sebelumnya, kejelasan struktur tersebut sangat kabur dan ambigu untuk diartikan, apakah fungsi berperang untuk komponen cadangan dapat disebut rakyat terlatih (Ratih) yang tidak terintegrasi dalam struktur kekuatan bersenjata Indonesia.

Sishankamrata dan Pertahanan Teritorial

Bagaimanapun, pengamatan terhadap pembentukan kekuatan rakyat sebagai bentuk pertisipasi langsung dari fungsi pertahanan hal yang dapat juga terdapat di berbagai negara, terutama negara-negara yang berhadapan dengan ancaman-ancaman kekuatan dan kemampuan  superpower dibanding negara-negara tersebut.  Strategi tersebut dapat dipakai secara bebas, baik oleh negara-negara komunis dan sosialis, seperti republik Rakyat Cina (RRC) dan Yugoslavia, negara-negara berkembang seperti duo Korea (Korut dan Korsel), Indonesia dan negara-negara cinta damai yang berada dalam lingkungan geostrategi yang berhadapan dengan negara-negara tetangga yang lebih kuat, seperti Switzerlan, Finlandia atau Swedia, terutama berada dalam era proliferasi nuklir negara-negara superpower. Strategi pertahana tersebut disebut “Pertahanan Teritorial”.
Pertahanan teritorial bersumber dari fungsi pertahanan yang berdasarkan teritorial, baik keinginan untuk mempertahankan wilayah atau untuk melaksanakan metode pergelaran seluruh komponen pertahanan di seluruh wilayah teritori. Pertahanan teritorial tidak hanya didasarkan pada pembalasan terhadap serangan musuh yang menargetkan untuk menghancurkan atau harus berdasarkan pertahanan linear konvensional militer, lebih dari daripada itu bertujuan untuk mempersulit musuh menduduki wilayah dan menguasai rakyat negar tersebut.
Inti setiap kebijakan pertahanan teritorial adalah mempersiapkan pertahanan darat dan sipil, sehingga bersama-sama mampu melaksanakan perjuangan dalam operasi teritorial  berdasarkan kemampuan dengan menggunakan berbagai instrumen, termasuk gerilya jika perlu. Terdapat dua perspektif mengenai hubungan militer dengan rakyat atau sipil.
Perspektif pertama bersumber dari pendekatan militer. Startegi tersebut dapat dilihat sebagai pengedalian total seluruh penggunaan sumber-sumber daya nasional, sebelumnya terdapat pandangan bahwa pertahanan teritorial memfasilitasi pengendalian menyeluruh oleh militer berdasarkan kondisi-kondisi demikian: (1) memperlemah hubungan negara diantara rakyat dan militer, sehingga meminimilisasi rintangan-rintangan kudeta militer, (2) merupakan manifestasi dari strategi pertahanan defensive, sehingga hal tersebut tidak akan dianggap sebagai ancaman oleh negara lain. (3) hal tersebut bukan merupakan penggunaan  persenjataan dan sistem operasional ofensif, (4) hal tersebut mendasari kemampuan negara untuk mandiri dalam melaksanakan fungsi pertahanan nasionalnya.
Karakteristik dari sistem pertahanan teritorial tersebut, memiliki kemiripan dengan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata) yang dianut Indonesia dan diadopsi dari pengalaman-pengalaman selama perode perang kemerdekaan. Bagaimanapun, dua faktor pendorong dari startegi pertahanan  teritorial dan sishankamrata dalam negara dengan berdasarkan sistem politik demokrasi dalam mengaburkan keanehan kombatan dan non-kombatan. Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai hak-haknya adalah juga menaruh harapan terkait kepastian hukum terhadap seluruh hak dan kewajiban yang melekat dalam diri setiap warga negara. Dua faktor ini telah membawa kepentingan untuk mencari bentuk sishankamrata yang memberkati dengan kepastian hukum bagi seluruh warga negara dan tidak lagi dalam bentuk partisipasi langsung rakyat pada tingkat operasi dalam kerangka hak dan kewajiban untuk mempertahankan negara.
Partisipasi warga negara merupakan implementasi dari hak-hal dan kewajiban-kewajiban mereka dalam hal pertahanan dalam negara demokrasi dan modern yang menunjukkan kepentingan untuk mengakomodasi nilai pertahanan oleh rakyat dalam sistem cadangan yang harus menjawab permasalahan pertahanan teritorial dengan memberikan (1) jaminan asuransi (2) memastikan pemisahan yang jelas antara kombatan dan non-kombatan. Sishankamrata yang secara jelas berasal dari situasi perang kemerdekaan dan membatasi pengerahan rakyat juga sangat diperlukan secara luas untuk mendukung seluruh kebutuhan sumber daya nasional dalam rangka mendukung upaya-upya pertahanan nasional.

Kesimpulan

      Berdasarkan penggambaran di atas, terlihat bahwa perkembangan sejarah sitem komponen cadangan di Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut:
   Pertama, sishankamrata Indonesia dibentuk dari bentuk pengerahan rakyat dalam kondisi perang, yang direfleksikan dalam sistm pertahanan territorial. Kedua, sistem ini dibentuk dari pengerahan rakyat yang  secara langsung terlibat dalam tingkatan operasional untuk mendukung pertahanan nasional. Ketiga, tantangan yang kita hadapi sekarang adalah bagaimana mentransformasikan nilai-nilai dalam sistem pertahanan, yang dicontohkan sebagai pertahanan rakyat dalam negara demokrasi modern agar supaya menyediakan kepastian hukum bagi seluruh warga negara dalam mengimplemtasikan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya,. Keempat, sejarah sistem komponen cedangan pertahanan di Indonesia  yang berdasarkan beragam ketentuan-ketentuan adalah transformasi sistem pertahanan yang berasal dari partisipasi langsung rakyat agar mempertahankan negara dan juga berasal dari perang kemerdekaan dengan memberikan kepastian hukum bagi seluruh hak-hak dan kewajiban warga negara yang berhubungan dengan pertahanan negara. Kelima, Sishankmarata adalah semesta yang dibentuk dari upaya-upaya bangsa pada saat mempertahankan eksistensinya melawan segala bentuk ancaman-ancaman, oleh karena itu, prinsip kesemestaan tidak dapat dibatasi hanya pada pengerahan kekuatan rakyat, tetapi harus diperluasa dengan keterlibatan seluruh sumber-sumber daya bangsa demi tujuan pertahanan nasional.

1.    
Jakarta 12 Agustus 2011



[1] Mantan Kepala Staf Teritorial TNI, Mantan Wakil Ketua MPR-RI, dan sekarang adalah peneliti senior CSIS, dan mantan anggota Komisi Kebenaran dan Persahabatan Indonesia-Timor Leste, dan anggota Dewan Penasihat Lemhanas, serta mantan Wakil UKP3R.
[2] Artikel aslinya berjudul “The History of Defense Reserve System in Indonesia”. Artikel tersebut dimuat dalam buku hasil kerjasama Lesperssi dengan The Geneva Center for the Democratic Control of Armed Forces, berjudul Total Defense and Military Conscript; Indonesia’ Experience and Other Democracies.
[3] Pasal 30 Bab XII Pertahanan dan Keamanan Negara UUD 1945
[4] Ketentuan-Ketentuan Umum Undang-Undang No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Nasional
[5] Pengertian tersebut berasal dari Ensiklopedia Pertahanan dan Militer Internasional, hal. 2274, diterbitkan oleh Brassey’s (US) Inc. Washington, New York
[6] Ayat 7 mengenai penjelasan umum UU No. 20 tahun 1982 mengenai Ketentuan-Ketentuan Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia.

No comments:

Post a Comment